Sinopsis Good Doctor Episode 1 part 2

Posted: Senin, 19 Agustus 2013 by khyunkhyun in Label:
0
Sinopsis Good Doctor Episode 1 – 2


Dr. Kim akhirnya menyadari apa yang ingin dikatakan pria itu.

 “Echocardiogrphy! Cepat lakukan,” perintah dr. Kim segera. Setelah itu ia mencoba mengingat ucapan pria itu selanjutnya.  

puyike.. puyikedi.. ippye
“Pericardial effusion,” gumam dr. Kim. Ia pun menoleh pada suster dan memerintahkan, “Siapkan pericardial paracentesis.”


Di luar, Shi On masih cemas. Tapi sepertinya ia memiliki metode sendiri untuk mengurangi kecemasannya. Ia menutup mata dan mengangkat tangannya.
Dan ketika ia membuka matanya, ia sudah berada di dalam ruang operasi dengan segala atribut yang dipakainya. Ia berdiri tenang, menghadapi Hyun Woo yang terbaring, siap untuk dioperasi. Shi On pun melakukan tahapan operasi sama seperti yang dilakukan dr. Kim di dalam ruang operasi.
Sementara di ruang pertemuan, voting dilakukan dengan hasil mayoritas suara tak menyetujui Park Shi On sebagai residen bedah anak di rumah sakit mereka. Presdir Lee mengumumkan hal ini dengan muram. Dan itulah hasil yang harus diterima oleh dr. Choi.
Sementara itu Shi On tetap melakukan tindakan operasi di koridor rumah sakit. Sekuriti yang kebetulan lewat heran melihatnya. Temannya berkata kalau sudah dua jam ia melihat Shi On melakukan hal itu. Ia merasa Shi On abnormal.
Akhirnya dr. Kim berhasil menyelesaikan operasinya dan bersamaan dengan Shi On yang melakukan operasi imajinernya.  Dr. Kim pun keluar dan memberitahukan kabar baik ini pada ibu Hyun Woo. Shi On sempat mendengar kata-kata dr. Kim sebelum ia beranjak pergi.
Dr. Kim bertanya tentang dokter yang melakukan pertolongan pertama pada ibu Hyun Woo, yang dijawab kalau dokter itu tadi barusan ada di sini dan katanya dokter itu adalah dokter rumah sakit ini. Tapi Shi On sudah pergi, jadi dr. Kim tak melihatnya.
Shi On ternyata pergi ke ruang pertemuan dan hanya menemukan dr. Choi sendirian di sana. Dr. Choi sudah akan membentak marah pada Shi On, tapi melihat Shi On yang ketakutan dan menjentikkan kuku-kukunya, ia pun tersenyum dan memegang tangan Shi On, dan bertanya mengapa Shi On yang biasanya tepat waktu kali ini terlambat, “Dan apa yang terjadi dengan bajumu?”
Shi On menjawab kalau ia tadi menolong anak yang luka di stasiun. Tapi Shi On tak menjelaskan lebih detail hanya mengangguk saat dr. Choi bertanya apakah anak itu baik-baik saja.
Di ruang residen, anak buah dr. Kim membicarakan tindakan bosnya yang keren saat operasi. Mereka tak habis pikir bagaimana dr. Kim bisa mengetahui kalau terjadi masalah di jantungnya padahal hal itu tak terlihat di hasil CT scan dan rontgennya.
Para residen itu juga membicarakan residen baru yang katanya akan masuk hari ini dan sudah mulai membayangkan kalau mereka bisa pulang lebih cepat jika residen baru itu sudah mulai masuk.
Di ruangannya, dr. Kim mengotak-atik rubik sambil memikirkan ucapan Shi On yang menyuruhnya melakukan pericardhiografi. Ngomong-ngomong tentang rubik, rubik yang diotak-atik Kim Do Han itu bukan rubik kubus yang suka kita mainkan (dan sampai sekarang saya nggak bisa menyelesaikan), tapi rubik 12 sisi. Ih, pinter banget, sih..

Di luar, dr. Choi bertanya apakah Shi On lapar. Shi On menjawab tak lapar, tapi perutnya berbunyi. Dr. Choi tersenyum dan berkata, “Kalau begitu aku akan pergi sendiri makan semur daging...”
Shi On langsung berdiri dan bertanya, “Apaka yang anda maksud adalah daging level A yang direbus dengan kenari?” dr. Choi mengiyakan dan jual mahal, berkata kalau Shi On katanya tak lapar. Shi On pun menjawab, “Memang tidak, tapi sepertinya kondisi refluks saya tak berfungsi dengan benar.”
Hehe.. mau ngomong lapar aja ngeles pake bahasa medis.
Sementara itu para anggota rapat keluar untuk makan siang. Wapresdir Kang dan direktur Lee meminta pada Presdir Lee untuk tak khawatir akan masalah penerimaan residen baru. Tapi presdir Lee mengatakan kalau dulu mendiang suaminya selalu ikut, bahkan untuk seorang residen, “Dokter kita bukanlah pegawai, tapi mereka adalah keluarga.”
Di front office, mereka melihat kalau banyak wartawan berkumpul dan berkata kalau mereka ingin bertemu dengan dokter bedah yang telah melakukan pertolongan pertama pada anak yang terluka parah di stasiun. Mereka tak tahu nama dokter bedah itu, tapi katanya dokter itu adalah dokter RS USW.
Para anggota rapat itu hanya berpandang-pandangan, tak tahu siapa dokter yang dimaksud.
Dokter yang dimaksud itu sekarang sedang makan daging semur rebus dengan lahapnya, tak menyadari kalau dirinya sekarang sedang heboh di media. Tapi dr. Choi melihatnya. Ia ternganga melihat televise yang ada di belakang Shi On, yang memberitakan tentang video yang santer diupload di internet, tentang dokter bedah yang menyelamatkan seorang anak di stasiun. Video itu sudah ditonton 120 ribu orang dalam 4 jam saja.
Dan benar saja. Video itu berhasil membuat rapat dibuka lagi untuk mempertimbangkan residensi Shi On. Direktur Lee berkata gusar kalau dalam sejarah rapat rumah sakit, mereka tak pernah merubah keputusan yang diambil dalam rapat. Tapi Presdir Lee menjawab kalau selalu ada perkecualian, apalagi berita hari ini tak hanya dilihat di Korea saja tapi juga seluruh dunia.
Ha. Thanks to Psy dan youtube, kalau Shi On tak diterima di rumah sakit ini, pasti hit views-nya bisa menyamai rekor Gangnam Style.
Tapi Chae Kyung bertanya apakah masuk akal kalau keputusan menerima residen ini karena satu alasan saja. Presdir Lee menjawab ini bukan untuk alasan marketing rumah sakit, tapi ia juga membicarakan bakat Shi On sebagai dokter bedah. Dr. Kim mempermasalahkan tentang autism yang diderita Shi On. Walau sudah diterapi, autism Shi On memiliki batasnya.
Wapresdir Kang berkata kalau mereka perlu mempertimbangkan kembali keputusan yang tadi sudah mereka ambil (Chae Kyung langsung mengerutkan kening mendengar pendapat Wapresdir Kang). Direktur Lee tetap menolak karena merasa rumah sakit mereka akan jadi bahan olokan.
Dr. Choi pun berkata, “Beri ia waktu 6 bulan. Jika dalam kurun waktu itu, akan terjadi masalah atau ia menunjukkan ketidakmampuan menjadi dokter, saya akanmengundurkan diri dari posisi saya sebagai direktur rumah sakit.”
Semua terkejut. Tapi dr. Choi memiliki alasan tersendiri melakukannya. Sudah umum diketahui kalau autism sangat menyulitkan pengidapnya, “Tapi bukan tak dapat disembuhkan. Walau hal ini tergantung oleh kondisi pasien, tapi  bisa disembuhkan. Dan kasus Park Shi On adalah contohnya. Dan yang kita akan lakukan sekarang adalah memberi harapan pada pasien autis dan keluarganya di negara kita. Mohon pertimbangkan kembali dengan segala kerendahan hati.”
Bersamaan dengan dr. Choi membungkuk, Shi On masuk ke dalam ruang rapat. Presdir Lee bertanya, “Mengapa Anda ingin menjadi dokter?”
“Itu karena kelinci dan kakak saya,” kata Shi On. Walau ia tak menatap mata si penanya atau anggota rapat lainnya, tapi suaranya mantap berkata, “Ketika pohon berbau seperti es krim, di depan mata saya kelinci saya pergi ke surga. Ketika rel kereta berbau seperti besi berkarat, di depan mata saya kakak saya pergi ke surga. Tak satupun dari mereka memiliki kesempatan untuk menjadi dewasa. Saya ingin membuat mereka dewasa. Saya ingin agar mereka memiliki anak sendiri dan mencintainya. Saya ingin mereka bisa melakukan hal itu.”
“Saya juga ingin mendapat banyak uang, sehingga saya dapat membeli televisi 3D untuk anak-anak di panti asuhan tempat saya dibesarkan. Anak-anak itu belum pernah melihatnya. Saya ingin menunjukkan hal itu pada mereka.”
Presdir Lee pun memutuskan kalau mereka akan menerima dr. Park Shi On sebagai residen sementara di bagian bedah anak. Wapresdir Kang pun juga menerima keputusan itu. Tepuk tangan pun diberikan, walau dengan keraguan. Hanya beberapa orang yang tak memberi tepuk tangan, termasuk Chae Kyung dan direktur Lee.
Dr. Choi tersenyum bangga pada Shi On. Walau saat hanya berdua dengan Presdir Lee, Presdir Lee memarahinya karena telah mengambil keputusan secara sembrono. Yang terjadi sekarang bukan hanya tentang Shi On semata, tapi juga politik kekuasaan di rumah sakit. Banyak yang ingin menendang dr. Choi, dan mungkin bisa terjadi karena masalah Shi On.
Dengan tenang dr. Choi menjawab kalaupun ia tak menjadi direktur rumah sakit lagi, ia tetaplah menjadi dokter. Presdir Lee menghela nafas kesal, “Aku seperti bicara dengan tembok.”
Tim jahat berkumpul untuk melihat Shi On yang diwawancarai para wartawan. Direktur Lee, Wapresdir Kang dan dr. Go. Direktur Lee dan dr. Go sudah senang karena sebentar lagi mereka akan dapat menendang dr. Choi dari rumah sakit mereka. Tapi Wapresdir Kang berkata, “Apakah kita tak seperti sedang di kasino? Dia adalah bolanya dan saat kita melempar bola itu, kita tak tahu berapa persen kemenangan kita.”
Ha. Betul juga analogi Wapresdir Kang ini.
Do Han masih mengutak-atik rubiknya, dan saat Jin Wook menanyai tentang rubik yang belum selesai itu, Do Han berkata kalau ia pikir ia bisa menyelesaikan dalam beberapa jam saja, tapi ternyata sudah seminggu ia belum bisa menyelesaikannya.
Dr. Go masuk ke ruangan untuk memperkenalkan residen baru yang direkomendasikan khusus oleh Presdir Lee. Ia juga mengungkapkan selintas tentang kondisinya yang kurang baik. Tapi saat ditanyai kondisi seperti apa, dr. Go hanya menjawab, “Kalian akan lihat..”
Shi On muncul bersama dr. Choi yang memperkenalkan Shi On. Para residen itu langsung mengenali Shi On yang sebelumnya membuat ulah di ruang operasi. Setelah memberikan Shi On kesempatan untuk memperkenalkan diri, dr. Choi pun pergi.
Salah satu residen bertanya tentang arti nama Shi On yang berarti spesial. Tapi Shi On menggeleng dan mulai menjelaskan arti namanya , “Shi artinya hangat dan On artinya murah hati. Pak Pendeta yang memberi namaku memiliki harapan agar aku bisa dermawan dan ..”
“DIAM!!” bentak dr. Go. “Kau pikir kau ada dimana?! Ini adalah RS Universitas Sung Woon, rumah sakit anak terbaik di negeri ini! Bersikaplah yang benar!!”
Bukannya tertunduk karena dimarahi seniornya, Shi On malah berseru, “Ah..Kopi. Kopi. Jika kau menggunakan energy suara dari orang yang membentak selama 8 tahun, kau bisa membuat secangkir kopi. Tapi..” Shi On menunduk, membaca nametag yang ada di baju dr. Go, “.. dari kekuatan decibel dr. Go, saya rasa waktu pembuatan bisa diperpendek.”
LOL. Para residen hanya bisa menahan senyumnya sementara dr. Go kaget mendengar jawaban Shi On yang tak terduga ini, “Ada apa denganmu?” Shi On hanya diam tak menjawab.
Do Han rupanya masuk dalam tim yang tak setuju menerima Shi On. Bukan savant syndrome-nya yang ia permasalahkan. Tapi karakter Shi On yang masih seperti anak-anak, “Keputusan apa yang dapat ia buat? Orang tua pasien tak akan mau menerimanya.”
Dr. Choi menjawab kalau keputusan yang diambil itu justru untuk menguji karakter Shi On dan kemampuannya mengambil keputusan, “Dan aku tahu kalau ia akan berhasil.”
Do Han berkata kalau ia tak pernah menentang segala keputusan dr. Choi, tapi untuk pertama kalinyalah sekarang ia akan melakukannya.
“Profesor Kim,” ujar dr. Choi pelan, “Jangan tanggapi ini secara emosional.”
“Saya benar-benar logis sekarang.”
Dr. Choi berkata kalau ia menganggap mereka semua seperti anak-anaknya dan Do Han pun meminta dr. Choi untuk mendengarkannya jika ia dianggap seperti anak.
“Semua anak kuperlakukan sama. Shi On itu sedikit spesial. Do Han, kumohon bantulah Shi On. Ini adalah permintaan terakhir dari gurumu,” kata dr. Choi.
/

Do Han pun memanggil Shi On dan bertanya alasan mengapa bedah berbeda dengan bedah anak. Shi On menjawab kalau anak sedang mengalami proses tumbuh kembang, sehingga terdapat perbedaan dalam mendiagnosa dan penyembuhannya. Dan dokter bedah anak harus mampu mendiagnosa semua perbedaan itu.
Do Han pun memberi tugas pada Shi On, selama 6 bulan ini Shi On harus bisa memberi alasan mengapa ia tak bisa menjadi dokter bedah anak.
Whaa..?  Apakah Do Han ini ingin Shi On menyebutkan kalau karena autism savant-nyalah yang membuat ia tak mampu menjadi dokter bedah anak?
Tapi Shi On tak menjawab karena ia sibuk memandangi rubik yang tergeletak di meja. Tak mendapat jawaban, Do Han akhirnya menoleh pada Shi On yang terlihat seperti melamun. Ia pun membentak Shi On yang tak konsentrasi dan mengatakan kalau ia tak akan mentolerir  segala kesalahan dan alasan yang diperbuat Shi On jika sedang bekerja dalam tim-nya.
Shi On pun mengangguk mengerti. Do Han pun menyuruh Shi On pulang sekarang karena ia harus jaga 24 jam besok. Shi On mengangguk dan beranjak pergi. Tapi Do Han kembali memanggilnya untuk bertanya apakah Shi On pernah melakukan operasi selain operasi sederhana? Shi On menggeleng. Dan Do Han pun bertanya alasan Shi On yang menduga Hyun Woo mengalami pericardial trauma?
Shi On menjawab karena berdasarkan yang pernah ia lihat, dengar dan lakukan. Saat di ambulans, ia melihat kalau tekanan darahnya tak bereaksi dengan perubahan kondisi yang terjadi. Tak hanya itu, ia juga mendengar detak jantung yang lemah. Dan walau tekanan darahnya rendah, denyut nadinya normal, “Maka saya menduga ada sindrom Beck, dimana itu adalah tanda kalau ada penggumpalan darah di dalam jantung.”
Do Han menghela nafas, seakan mau tak mau mengakui ketajaman analisis Do Han. Salah satu residen masuk dan meminta Do Han untuk memeriksa hasil pemeriksaan pasien NICU yang baru masuk. Do Han pun segera pergi meninggalkan Shi On.
Saat sibuk berdiskusi dengan anak buahnya, Do Han melihat kalau Shi On masih tertunduk di ruangannya, tak meninggalkan ruangan. Ia pun masuk dan membentak Shi On. Shi On yang langsung berdiri tegak itu segera meninggalkan ruangan.  Saat ia duduk, ia baru tahu apa yang baru saja residen baru itu lakukan di ruangannya.
Rubik 12 sisi yang seminggu tak bisa ia selesaikan, sekarang sudah tergeletak rapi di mejanya. Do Han mengambil  rubiknya, kemudian menatap Shi On yang masih memberesi meja di ruang depan, dan hanya menghela nafas. Heheh.. sepertinya ada yang bisa menyamai bahkan melebihi kepintarannya, ya?
Dr. Go mengunjungi salah satu pasiennya. Ibu si pasien melaporkan kalau anaknya masih mengeluh perutnya sakit padahal sudah 3 hari pasca operasi. Tanpa memeriksa hasil operasinya, dr. Go meminta ibu itu untuk tak khawatir karena mereka menggunakan obat-obatan yang terbaik dan langsung pergi.
Di luar dr. Go langsung memarahi perawat Jo yang tak mengindahkan peringatannya untuk tak meneleponnya saat ia akan pulang ke rumah, “Aku akan ada seminar penting besok. Jangan meneleponku kalau tak penting!”
Ugh.. dokter yang nyebelin.
Sebelum pulang, Shi On diam-diam menjenguk Hyun Woo yang kondisinya sudah stabil.
Kemana Yoon Seo yang setelah dibebastugaskan oleh Do Han? Ternyata ia pergi ke bar untuk minum-minum, tapi ia belum bisa mabuk walau sudah minum banyak.
Barnya juga aneh bin ajaib karena tiap pengunjung pura-pura harus memakai selang infus, kayak pasien rumah sakit. Dan khusus Yoon Seo, ia juga bisa puas mengata-ngatai Do Han di depan bartender yang sepertinya kenal dekat dengannya dan Do Han. Bartender itu bertanya mengapa mereka berdua selalu bertengkar, “Kalian itu seperti musuh bebuyutan saja. Apa kalian itu dulu juga musuh di kehidupan kalian sebelumnya?”
“Aku tahu dia itu dokter yang pintar. Tapi anak itu tak mau mendengarkanku sama sekali,” seru Yoon Seo kesal. Bartender itu hanya tersenyum dan berkata kalau ia juga benci orang yang sombong, tapi ia tahu Do Han memang berhak sombong, karena benar. Tentu saja Yoon Seo langsung marah, “Kenapa kau selalu memihak padanya, Paman?”
Paman itu hanya tersenyum tapi bersikap bijak dengan diam. Masih mengomel, Yoon Seo berkata kalau memang dialah yang sombong. Paman itu angkat bicara lagi, “Nah, bagus kalau kau menyadarinya. Apa sebaiknya aku membuatkanmu minuman berikutnya dengan 50:50 sehingga kau dapat mabuk?”
Yoon Seo menggeleng, “Buatkan aku soju dan bir, 70 dan 30.”
Telepon Yoon Seo berbunyi, dan ternyata dari Do Han yang menanyakan dimana Yoon Seo sekarang. Yoon Seo menjawab pendek, “Perpustakaan.”
Haha.. Tempat yang nggak mungkin banget, karena Do Han langsung menebak kalau Yoon Seo pasti minum-minum lagi, “Apakah kau masih marah?”
“Apakah kau ingin membujukku?” tanya Yoon Seo sombong.
“Tidak. Aku hanya ingin kau mengkoreksi apa yang telah kau lakukan hari ini.”
“Apa?” tanya Yoon Seo tak percaya.
“Minum-minum tak akan membantumu sama sekali. Berhenti minum dan bersiaplah untuk operasi besok,” kata Do Han sebelum menutup teleponnya.
Yoon Seo menatap handphonenya, marah. Sumpah serapah langsung keluar dari mulutnya dan pada paman bartender ia meminta untuk mencampur semua minuman di bar ini, “Campur semua-muanya. Semuaaa..!”
LOL. Dokter cantik tapi preman? Wkwkwk..
Shi On akhirnya sampai di apartemennya. Fiuhh.. hari yang panjang, ya Shi On?
Begitu pula Do Han yang juga telah sampai di rumah. Ada baju Chae Kyung yang tergeletak di lantai. Ia menunduk capek, namun langsung bersikap normal saat melihat Chae Kyung keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai jubah mandi, “Kau seharusnya meneleponku dulu jadi aku bisa pulang lebih cepat.”
“Tak apa-apa. Kenapa kau memakai setelan baju hitam?”
Do Han tak memberitahu kalau ia pergi ke rumah abu hari itu, malah mengatakan kalau ia ada rapat di pagi hari. Chae Kyung pun membicarakan dr. Choi, “Aku mencoba untuk tak memberikan suaranya demi kebaikan direktur Choi sendiri.”
“Demi kebaikannya?” tanya Do Han heran.
“Jika anak itu tak diterima, maka hal itu tak ada masalah. Tapi direktur malah mengambil semua konsekuensinya. Jika doctor baru itu membuat kesalahan, ia akan mengundurkan diri dari posisinya,” kata Chae Kyung yang membuat Do Han kaget.
“Mengundurkan diri?”
“Karena itulah mereka membiarkan dokter itu diterima. Itu cara mereka untuk menyingkirkan direktur,” lanjut Chae Kyung. Ia sepertinya bisa memilah-milah siapa yang memihak siapa, dan ia cemas akan wapresdir Kang, “Aku tak dapat menebak apa pikirannya.”
Yoon Seo pulang dengan super duper mabuk. Di jalan ia menyanyikan lagu baru yang kurang lebih liriknya seperti ini, “Kim Do Han.. bajingan itu.. “
Langsung saja lagu itu mendapat teriakan dari salah satu penghuni yang terganggu oleh suara Yoon Seo, “Hei!! Jika kau mabuk, pulang dan langsung tidur!”
Bukannya malu karena dikatai seperti itu, Yoon Seo langsung mencari-cari sumber suara itu, “Apa kau punya speaker di tenggorokanmu? Kenapa suaramu sangat kencang sekali?!” Dan ia tak takut saat mendengar ancaman penghuni itu yang akan menelepon polisi, “Lakukan saja! Jadi aku bisa duduk nyaman di kursi belakang.”
LOL. Susah ngomong sama orang mabuk.
Di kamar yang masih gelap hanya diterangi oleh lilin kecil di atas chocopie, Shi On memegang pisau bedah mainannya dan terngiang di telinganya suara anak yang menyanyikan lagu selamat ulang tahun.  Aww.. apakah hari ini hari ulang tahun Shi On?
Ia teringat saat kakaknya menyanyikan lagu itu juga dengan tumpukan chocopie yang sama dan meminta ia untuk meniup lilin ulang tahun. Pada saat itulah ia mendapatkan satu set alat kedokteran, salah satunya ada pisau bedah mainan. Si kakak berkata kalau ia menabung uang jajannya untuk membelikan hadiah iut, “Katamu kau ingin menjadi dokter.”
Shi On mengangguk dan mengambil pisau bedah itu. Si kakak yakin kalau Shi On dapat melakukannya, “Karena kau adalah saudaraku. Ya kan?”
Shi On kembali mengangguk dan menirukan, “Ya. Karena aku adalah saudaramu.”
Si kakak tersenyum dan berkata, “Shi On-ah.. kau tidak bodoh. Kau jauh lebih pintar daripadaku. Kau akan menjadi dokter yang baik. Nanti, saat ibu dan aku sakit, kau yang akan menyembuhkan kami. Mengerti?”
Shi On mengangguk dan kakak mengacak-acak rambut adiknya sayang. Ia mengambil salah satu chocopie dan menyuapkan biskuit itu.
Setelah mengingat kenangan bersama kakaknya, Shi On meniup lilin, mengambil chocopie dan mengunyahnya. Tapi belum sempat ia menelan chocopie di mulutnya itu, pintu terbuka. Ia kaget dan hanya bisa mematung saat melihat seorang wanita masuk ke dalam apartemennya.
Tak hanya itu, wanita itu membuka satu per satu baju yang melekat di tubuhnya sambil mengomel, “Menyebalkan. Dasar.. Kim Do Han.. aku tak menyukai semua yang ada di dirimu, kecuali tampangmu.”
Shi On meletakkan chocopie itu dan mendekati wanita yang sekarang sudah meringkuk di tempat tidurnya dengan hanya memakai baju dalam. Dengan sopan ia memanggil wanita itu, tapi wanita itu malah bangun lagi dan langsung berteriak, “Pergi sana! Apa kau ingin menguliahiku lagi?! Dasar pamer.”
Setelah mengomel, wanita itu langsung tidur lagi, tak mempedulikan Shi On yang mondar-mandir kebingungan. Shi On akhirnya mendekati  wanita itu, Yoon Seo untuk kemudian memandanginya lama.
Keesokan paginya, terdengar suara teriakan nyaring Yoon Seo. Namun teriakan itu berhenti karena Yoon Seo terbatuk-batuk, tersedak oleh teriakannya sendiri. LOL.
Tepat di hadapan Yoon Seo, berdiri seorang pria dengan memakai celana pendek, bertelanjang dada, sedang menggosok gigi dan menatapnya polos.

sumber : kutudrama

Related Posts by Categories

0 komentar: